Minggu, 30 September 2012

Ushul Fiqih



A. Jinayah




A Pengertian Jinayah

Jinayah adalah Perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda. Kata jinayah berasal dari kata janayajni yang berarti akhaza (mengambil) atau sering pula diartikan kejahatan, pidana atau kriminal.

Hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang asal artinya sesuatu yang membatasi di antara dua benda. Menurut bahasa, kata had berarti al-man’u (cegahan). Adapun menurut syar’i, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama.




Hukum pidana islam sering disebut dalam fiqih dengan istilah Jinayah

atau Jarimah . Pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu kepada

hasil perbuatan seseorang. Biasanya, pengertian tersebut terbatas pada perbuatan

yang dilarang di kalangan fuqoha. Perkataan Jinayah berarti perbuatan

perbuatan yang terlarang menurut syara. Meskipun demikian yang mengancam

keselamatan jiwa seperti pemukulan pembunuhan dan sebagainya . Dan dari

uraian Diatas dapat dijelaskan bahwa Jinayah adalah semua perbuatan yang

diharamkan. Perbuatan yang diharamkan adalah tindakan yang dilarang atau

dicegah oleh syara’ (Hukum Islam). Apabila dilakukan perbuatan tersebut

mempunyai konsekuensi membahayakan agama, jiwa, akal kehormatan dan

harta benda .




Sedangkan istilah Jarimah identik dengan pengertian yang disebut dalam

hukum positif sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Maksudnya adalah

satuan atau sifat dari suatu pelanggaran hukum. Dalam hukum positif

diistilahkan dengan tindak pidana pencurian tindak pidana pembunuhan dan sebagainya, jadi dalam hukum positif Jarimah diistilahkan dengan delik atau

tindak pidana.

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari kedua istilah tersebut adalah

bahwa kedua istilah tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan secara

etimologis, kedua istilah tersebut bermakna tunggal, mempunyai arti yang sama

serta ditunjukkan bagi perbuatan yang berkonotasi negatif, salah atau dosa.

Adapun perbedaannya terletak pada pemakaian arah pembicaraan serta dalam

rangka apa kedua kata itu digunakan.







• Macam- macam Jinayah dan Hukuman bagi pelakunya

a. Pembunuhan

Pembunuhan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang, apa pun bentuknya, apabila suatu tindakan tersebut dapat menghilangkan nyawa, maka ia dikatakan membunuh.

Pembunuhan terbagi tiga: pembunuhan dengan sengaja, pembunuhan yang mirip dengan sengaja, dan ketiga pembunuhan karena keliru.

a. Pembunuhan yang disengaja




Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja ialah seseorang yang secara sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya (tak bersalah).

Adapun untuk pembunuhan yang disengaja dan terencana, maka pihak wali dari terbunuh diberi dua alternatif, yaitu menuntut hukum qishash, atau memaafkan dengan mendapat imbalan diat.

1. Pembunuhan yang disengaja (Qatlul ‘Amad)

Ialah pembunuhan yang direncanakan, dengan cara dan alat yang bisa (biasa) mematikan. Seperti :

• Membunuh dengan ; menembak, melukai dengan alat yang tajam, memukul dengan alat-alat yang berat, dan alat-alat yang lain.

• Membunuh dengan ; memasukkan dalam sel yang tidak ada udaranya, disekap dalam es dll.

• Membunuh dengan ; diberi racun, diberi obat yang tidak sesuai, disuntik dengan obat yang bisa mematikan.

• Membunuh dengan ; dibiarkan tidak diberi makan, minum dll.

Pembunuhan yang disengaja tersebut wajib diqishash, sebagaimana firman Allah QS. An Nisaa: 93 dan dipertegas dengan hadits rasulullah, ‘’Tidak halal (haram) membunuh orang muslim, kecualiada (salah satu) 3 sebab : kafir sesudah iman, berzina sesudah kawin dan membunuh oran g tanpa hak, baik karena dhalim dan permusuhan. (HR. Tirmidzy dan Nasaâ’i)

Orang yangmembunuh tanpa ada hak, harus diqishash, harus dibunuh juga. Kalau ahli waris (yang terbunuh) memaafkan pembunuhan tersebut, pembunuhan tidak diqishash (dihukum bunuh) tetapi harus membayar diyah yang besar, yaitu harus membayar dengan seharga 100 ekor unta tunai, pada waktu itu juga. Hal ini selaras dengan hadits rasulullah, ‘Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, maka ia diserahkan pada keluarga terbunuh. Apabila mereka mengkehendaki maka membunuhnya atau minta diyah dengan 30 ekor unta hiqqah, 30ekor unta jadzaâ’ah dan 40 ekor unta khalafah (jumlahnya 100 ekor unta). Hasil perdamaian itu untuk mereka (ahli waris si terbunuh). Demikian itu untuk memperkeras terhadap pembunuhan. (HR. Tirmidzi)

2. Pembunuhan tidak sengaja (Qatlul syibhul ’amad)

Pembunuhan tidak sengaja ialah perbuatan terhadap diri seseorang dengan alat atau sesuatu yang biasanya tidak mematikan. Tetapi seseorang itu mati karena perbuatan atau tindakannya. Contoh orang memukul oran g lain dengan sapu lidi kemudian yang dipukul mati.

Pembunuhan tidak sengaja tidak kena hukuman qishash tetapi pembunuhnya harus membayar diyat besar, sebagaimana diyat bagi pembunuh sengaja yang dimaafkan ahli waris terbunuh. Diyat itu boleh dibayar selama 3 tahun dengan angsuran setiap tahun 1/3-nya.




b. Pencurin

Pencurian adalah mengambil sesuatu milik orang lain secara diam-diam dan rahasia dari tempat penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan maksud untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara terang-terangan tidak termasuk pencurian tetapi Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih berat dari pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa bermaksud memiliki itupun tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab (memanfaatkan milik orang lain tanpa izin).

Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan akan diazab diakherat apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan agar harta terpelihara dari tangan para penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan melakukan pencurian karena beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan).

Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri oleh hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan alat bukti serta barang yang dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93 gram emas.




c. Perzinahan

Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan.

Sanksi hukum bagi yang melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghoer mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah.

Sanksi hukum tersebut baru dapat dijatuhkan apabila sudah terbukti melakukan perzinahan baik dengan pengakuan, 4 orang saksi atau alat bukti.

Perzinahan diharamkan oleh Islam karena : 1) Menghancurkan garis keturunan dan putusnya hak waris. 2) Mengakibatkan kehamilan sehingga anak yang terlahir tersia-sia dari pemeliharaan, pengurusan dan pembinaan pendidikannya. 3) Merupakan salah satu bentuk dari perilaku binatang yang akan menghancurkan kemanusiaan. 4) Menimbulkan penyakit yang berbahaya dan menular.




d. Qadzaf

Qadzaf adalah menuduh orang lain melakukan perzinahan. Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan. Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan 4 orang saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh isterinya berzina juga dapat terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan saksi dan bukti atau meli’an isterinya yang berakibat putusnya hubungan perkawinan sampai hari kiamat.

e. Muharobah

Muharobah adalah aksi bersenjata dari seseorang atau sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan, menumpahkan darah, merampas harta, merusak harta benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang aturan perundang-undangan.

Latar belakang aksi ini bisa bermotif ekonomi yang berbentuk perampokan, penodongan baik di dalam maupun diluar rumah atau bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan melakukan gerakan yang mengacaukan ketentraman dan ketertiban umum.

Sangsi hukum pelaku muharobah adalah :

1. Dipotong tangan dan kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau merusak harta benda.

2. Dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh orang.

3. Dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa membunuh.




B. QISHASH

1. Pengertian Qishash

Menurut syaraâ’ qishash ialah pembalasan yang serupa dengan perbuatan pembunuhan melukai merusakkan anggota badan/menghilangkan manfaatnya, sesuai pelangarannya.

2. Qishash ada 2 macam :

a. Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.

b. Qishash anggota badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.

3. Syarat-syarat Qishash

a. Pembunuh sudah baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib qishash bagi anak kecil atau orang gila, sebab mereka belum dan tidak berdosa.

b. Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qishash bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.

c. Oran g yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan, dan budak dengan budak.

d. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.

e. Qishash itu dilakukan dengn jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.

f. Oran g yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa oran g kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (HR. Turmudzi dan Nasaâ’)

4. Pembunuhan olah massa / kelompok orang

Sekelompok oran g yang membunuh seorang harus diqishash, dibunuh semua..

5. Qishash anggota badan

Semua anggota tubuh ada qishashnya. Hal ini selaras dengan firman-Nya, ‘Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.’ (QS. Al-Maidah : 45)

HIKMAH QISHASH

Hikmah qishash ialah supaya terpelihara jiwa dari gangguan pembunuh. Apabila sesorang mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga. Karena akibat perbuatan membunuh oran g, tentu ia takut membunuh oran g lain. Dengan demikian terpeliharalah jiwa dari terbunuh. Terpeliharalah manusia dari bunuh-membunuh.

Ringkasnya, menjatuhkan hukum yang sebanding dan setimpal itu, memeliharakan hidup masyarakat: dan Al-Quran tiada menamai hokum yang dijatuhkan atas pembunuh itu, dengan nama hukum mati atau hukum gantung, atau hukum bunuh, hanya menamai hukum setimpal dan sebanding dengan kesalahan. Operasi pemberantasan kejahatan yang dilakukan pemerintah menjadi bukti betapa tinggi dan benarnya ajaran islam terutama yang berkenaan hukum qishash atau hukum pidana Islam.




C. DIYAT

1. Pengertian Diat

Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.

a. Bila wali atau ahli waris terbunuh memaafkan yang membunuh dari pembalasan jiwa.

b. Pembunuh yang tidak sengaja

c. Pembunuh yang tidak ada unsur membunuh.

2. Macam-macam diyat

Diyat ada dua macam :

a. Diyat Mughalazhah, yakni denda berat

Diyat Mughalazhah ialah denda yang diwajibkan atas pembunuhan sengaja jika ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa serta denda aas pembunuhan tidak sengaja dan denda atas pembunuhan yang tidak ada unsur-unsur membunuh yang dilakukan dibulan haram, ditempat haram serta pembunuhan atas diri seseorang yang masih ada hubungan kekeluargaan. Ada pun jumlah diat mughallazhah ialah : 100 ekor unta terdiri 30 ekor unta berumur 3 tahun, 30 ekor unta berumur 4 tahun serta 40 ekor unta berumur 5 tahun (yang sedang hamil).

Diat Mughallazah ialah :

• Pembunuhan sengaja yaitu ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa.

• Pembunuhan tidak sengaja / serupa

• Pembunuhan di bulan haram yaitu bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.

• Pembunuhan di kota haram atau Mekkah.

• Pembunuhan orang yang masih mempunyai hubungan kekeluargaanseperti Muhrim, Radhâ’ah atau Mushaharah.

• Pembunuhan tersalahdengan tongkat, cambuk dsb.

• Pemotongan atau membuat cacat angota badan tertentu.

b. Diyat Mukhaffafah, yakni denda ringan.

Diyat Mukhoffafah diwajibkan atas pembunuhan tersalah. Jumlah dendanya 100 ekor unta terdiri dari 20 ekor unta beurumur 3 tahun, 20 ekor unta berumur 4 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 2 tahun dan 20 ekor unta betina umur 1 tahun.

Diyat Mukhoffafah dapat pula diganti uang atau lainya seharga unta tersebut. Diat Mukhoffafah adalah sebagai berikut :

• Pembunuhan yang tersalah.

• Pembunuhan karena kesalahan obat bagi dokter.

• Pemotongan atau membuat cacat serta melukai anggota badan.

3. Ketentuan-ketentuan lain mengenai diat :

a. Masa pembayaran diyat, bagi pembunuhan sengaja dibayar tunai waktu itu juga. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja atau karena tersalah dibayar selama 3 tahun dan tiap tahun sepertiga.

b. Diyat wanita separo laki-laki.

c. Diyat kafir dhimmi dan muâ’hid separo diat muslimin.

d. Diyat Yahudi dan Nasrani sepertiga diat oran g Islam.

e. Diyat hamba separo diat oran g merdeka.

f. Diyat janin, sepersepuluh diat ibunya, 5 ekor unta.

4. Diyat anggota badan :

Pemotongan, menghilangkan fungsi, membuat cacad atau melukai anggota badan dikenakan diyat berikut :

Pertama : Diyat 100 (seratus) ekor unta. Diat ini untuk anggota badan berikut :

a. Bagi anggota badan yang berpasangan (kiri dan kanan) jika keduan-duanya potong atau rusak, yaitu kedua mata, kedua telinga, kedua tangan, kedua kaki, kedua bibir (atas bawah) dan kedua belah buah zakar.

b. Bagi anggota badan yang tunggal, seperti : hidung, lidah, dll..

c. Bagi tulang sulbi ( tulang tempat keluar air mani laki-laki)

Kedua : Diyat 50 ekor unta. Diyat ini untuk anggota badan yang berpasangan, jika salah satu dari keduanya ( kanan dan kiri) terpotong.

Ketiga : Diat 33 ekor unta ( sepertiga dari diatyang sempurna). Diyat ini terhadap :

a. Luka kepala sampai otak

b. Luka badan sampai perut

c. Sebelah tangan yang sakit kusta

d. Gigi-gigi yang hitam

Gigi satu bernilai 5 ekor unta. Kalau seseorang meruntuhkan satu gigi orang lain harus membayar dengan 5 ekor unta. Kalau meruntuhkan 2, harus membayar 10 ekor. Bagaimana kalau seseorang meruntuhkan semua gigiorang lain, apakah harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi tersebut ? Ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat : cukup membayar diyat 60 ekor unta (dewasa). Ulama lain berpendapat harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi.

Hal Sumpah

Orang yang menuduh membunuh harus mengemukakan bukti dan oran g yang menolak tuduhan harus bersumpah. Apabila ada pembunuhan yang tidak diketahui pembunuhnya, wali dari yang terbunuh bisa menuduh kepada sesorang atatu suatu kelompok yang mempunyai kaitan dengan pembunuhan, yaitu menyebutkan data-data.

Data-data yang dikemukakan seperti :

ü Orang yang dituduh pernah bertengkar pada hari-hari sebelumnya

ü Orang yang dituduh pernah disakitkan hatinya.

ü Adanya alat yang hanya dimiliki oleh tertuduh

ü Adanya berita dari seseorang tertuduh kalau tidak menerima tuduhan bisa membela diri dengan bersumpah, bahwa ia betul-betul tidak membunuh.










D. KAFARAT

PENGERTIAN KAFARAT

Berasal dari kata dasar kafara (menutupi sesuatu). Artinya adalah denda yang wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat. Kafarat merupakan salah satu hukuman yang dipaparkan secara terperinsi dalam syariat Islam.

Ada bermacam-macam kafarat dalam Islam yang bentuknya berbeda sesuai dengan perbedaan pelanggaran (dosa) yang dilakukan. Perbuatan-perbuatan dosa yang dikenakan kaafarat tersebut antarta lain melanggar sumpah, melakukan jimak (hubungan suami istri) di siang hari pada bulan Ramadhan, men-zihar istri (seorang suami menyatakan bahwa punggung istrinya sama dengan punggung ibunya), dan mempergauli istri ketika sedang melaksanakan ihram di Makkah.

Kafarat sumpah, para ulama membedakan sumpah tersebut dalam sumpah lagw (sia-sia) seperti ucapan seseorang yang dilontarkan tanpa tujuan untuk bersumpah. Sumpah seperti ini tidak dianggap sebagai sumpah yang harus dikenai denda kafarat. Ada pula sumpah qumus yakni sumpah dusta dan mengandung unsur pengkhianatan. Sumpah seperti ini tidak dikenakan kafarat menurut jumhur ulama karena hukumannya lebih besar dan berat dari kafarat. Sumpah mun'aqidah yaitu sumpah yang dilakukan seseorang bahwa ia akan melakukan sesuatu di masa yang akan datang atau tidak melakukan sesuatu, namun sumpah itu dilanggarnya. Bentuk sumpah ini dikenai kafarat sumpah sebagaimana difirmankan dalam Alquran surat Al-Maidah ayat 89 yakni memberi makan 10 orang miskin, memberi pakaian mereka aatau memerdekakan budak. Jika si pelanggar sumpah tidak sanggup melaksanakan kafarat tersebut, ia harus berpuasa selama tiga hari.

Kafarat zihar, yaitu ucapan menyamakan punggung ibu dengan punggung istri. Hukumannya menurut QS Al-Mujahadah ayat 3 dan 4 adalah memerdekakan budak; jika tidak sanggup, berpuasa dua bulan berturut-turut dan jika tidak mampu juga, memberi makan 60 orang miskin. Jumhur ulama sepakat bahwa kafarat zihar ini dengan urutan seperti yang ada dalam ayat itu, tanpa ada kebolehan memilih atau mengganti-ganti urutan tersebut. Berbeda dengan jumhur ulama, ulama Mazhab Maliki berpendapat bentuk-bentuk hukuman tersebut merupakan tiga alternatif yang boleh dipilih tanpa terikat dengan tertib yang ada dalam ayat. Boleh saja yang dua didahulukan kalau kemaslahatan menghendaki demikian.

Kafarat bagi suami yang melakukan jimak (persetubuhan) pada saat ihram atau pada siang hari puasa Ramadhan. Kafaratnya adalah dengan memerdekakan budak, puasa berturut-turut selama dua bulan atau memberi makan kepada 60 orang miskin. Dasar hukum dari kafarat jimak ini adalah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Jemaah dari Abu Hurairah.

Dari berbagai ayat dan hadis tentang kafarat tersebut terlihat bahwa tujuan kafarat adalah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, di samping juga memerdekakan budak, dalam arti bukan untuk menanggung resiko fisik sebagaimana yang terdapat dalam hukuman-hukuman hudud atau kisas. yus/disarikan dari ensiklopedi islam




Kafarat Bagi Yang Tidak Puasa Sehari Saja di Bulan Ramadhan

Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ali bin Muhamad, dimana keduanya berkata bahwa telah bercerita kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Habib bin Abi Tsabit dari Ibnu al-Muthawwas dari ayahnya, yaitu al-Muthawwas dari Abu Hurairah ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

« مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَمْ يُجْزِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ »

“Siapa saja yang berbuka (tidak berpuasa) sehari saja di bulan Ramadhan tanpa ada rukhshah (keringanan atau alasan yang dibolehkannya tidak berpuasa), maka itu tidak cukup diganti dengan puasa satu tahun.” (HR. Ibnu Majah).

Puasa Ramadhan termasuk salah satu dari lima rukum Islam. Sehingga ia merupakan salah satu dari lima tiang (pilar) Islam yang utama. Oleh karena itu, bagi orang yang meninggalkan rukun ini, atau mengabaikannya, maka ia benar-benar berhak mendapatkan azab yang pedih di akhirat, termasuk sanksi (hukuman) yang akan dijatuhkan oleh khalifah kepadanya di dunia.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas bahwa dosa besar bagi siapa saja yang berbuka (tidak berpuasa) tanpa rukhshah, meski hanya sehari di bulan Ramadhan. Lalu, bagaimana dengan orang yang tidak berpuasa sebulan penuh? Bagaimana dengan orang yang menyiapkan makanan bagi orang yang tidak berpuasa tanpa rukhshah? Inilah fenomina sekarang yang kita saksikan di negeri-negeri kaum Muslim, dimana warung-warung membuka pintunya, bahkan ada sebagian yang menjalani hidup seperti biasa, seakan-akan ia tidak tahu dan tidak peduli dengan perkara puasa Ramadhan ini. Semua ini adalah buah dari kelemahan para penguasa kita yang rela dengan kehidupan kufur, kelakar dan kemaksiatan mewarnai anak-anak putra dan putri dari umat ini.

Sehingga, kepada siapa saja yang berbuka (tidak berpuasa) tanpa rukhshah, meski hanya sehari saja di bulan Ramadhan, maka kami mengingatkannya dengan Rasulullah Saw yang bersabda dalam sebuah hasits yang panjang, dimana dalam hadits itu Rasulullah Saw menggambarkan keadaan mereka yang berbuka (tidak berpuasa) tanpa rukhshah pada hari kiamat: ” … Tiba-tiba (saya melihat) suatu kaum yang mereka sedang digantung dengan urat ketingnya, dimana mulut mereka disobek hingga mengalirkan darah. Lalu, saya (Rasulullah) bertanya: “Saiapa mereka itu?” Kedua orang (malaikat) itu menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka (tidak berpuasa), dan belum mengganti (mengqadha’) puasa yang mereka tinggalkan …”. (HR. Nasa’i dalam as-Sunan al Kubra).







Sumpah adalah mentahkikkan sesuatu (menguatkannya), dengan menyebut nama Allah atau sifat-sifat-Nya.

Apabila seseorang bersumpah, kemudian dilanggarkannya, maka diwajibkan membayar salah satu di antara tiga macam kafarah (denda pengampunan kesalahan), yaitu:

1. Memberi makan makanan yang sah untuk fitrah kepada sepuluh orang miskin.

Untuk setiap orang miskin diberikan satu mud atau 0,864 liter. atau 0,6912 kg, Dibulatkan menjadi 0,7 kg.

lihat Memberi pakaian kepada 10 orang miskin.

2. Memerdekakan hamba yang Islam.




• KAFARAT PEMBUNUHAN

Pembunuh disamping dia wajib menyerahkan diri unutk dibunuh atau diat (denda) maka ia diwajibkan juga membayar kifarat. Diyat adalah jenis denda sebagai tanda penyesalan atau belasungkawa kepada keluarga korban. Sedang kifarat adalah jenis denda sebagai tanda taubat kepada Allah SWT.

Ada pun kifarat akibat pembunuhan adalah memerdekakan hamba yang Islam atau dia wajib puasa dua bulan secara berturut-turut. Hal ini selaras dengan QS. An Nisaa: 92




berlindung dari bahaya yang muncul kemudian. Sedangkan orang yang pandir, berfikiran pendek dan gampang emosi; mereka tidak memandang akibat yang akan muncul dan tidak berfikir tentang masa depannya.” [1]









E.TA'ZIR



Menurut bahasa, lafaz ta’zir berasal dari kata “azzara” yang berarti menolak dan mencegah, juga berarti mendidik, mengagungkan dan menghormati, membantunya, menguatkan, dan menolong. Dari pengertian tersebut yang paling relevan adalah pengertian pertama yaitu mencegah dan menolak, dan pengertian kedua yaitu mendidik. Karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Ta’zir diartikan mendidik, karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya. Pengertian ini sesuai dengan apa yang di kemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Zuhaili.




Ta'zir merupakan hukuman yang tidak ditentukan di dalam qur an atau hadits karna ALLAH telah memberikan kebijaksanaan bagi hakim asalkan pelaku di hukum sesuai dengan apa yang diperbuatannya dan sejatinya ta'zir hukuman yang lebih ringan dari hudud.

Contoh-contoh hukum ta’zir ialah:

1. Diarak keliling bandar dengan diconteng mukanya.

2. Dipenjarakan.

3. Dipamerkan dengan diikat di tiang tempat orang lalu lalang umum.

4. Didenda duit atau disuruh buat kerja berat.

Kesalahan yang sama oleh orang yang berbeza mungkin berbeza pula hukuman ta’zirnya. Sebab taraf dan kedudukan orang tidak sama, jadi cara memberi malu juga tidak sama.










Menurut istilah, ta’zir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut:




والّتعزير تأ د ب على ذنوب لم تشرع فيها الحدود

“Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’.

Dari definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Dikalangan Fuqaha, jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan jarimah ta’zir. Jadi, istilah ta’zir bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana)

Ta’zir sering juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri atas perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau kaffarat. Hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa atau hakim. Hukuman dalam jarimah ta'zir tidak ditentukan ukurannya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari'ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.




Hukuman Bagi Kesalahan Ta’zir

1. Ta`zir adalah hukuman yang bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang belum ditetapkan oleh syara` atau hukuman yang diserahkan kepada keputusan Hakim. Dasar hukum ta`zir adalah pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu pada prinsip keadilan. Pelaksanaannya pun bisa berbeda, tergantung pada tiap keadaan. Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil.

2. Dalam menetapkan jarimah ta'zir, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemudharatan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah ta'zir harus sesuai dengan prinsip syar'i.

3. Bentuk sanksi ta`zir bisa beragam, sesuai keputusan Hakim. Namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu hukuman mati bisa dikenakan pada pelaku hukuman berat yang berulang-ulang. Hukuman cambuk, hukuman penjara, hukuman pengasingan, menyita harta pelaku, mengubah bentuk barang, hukuman denda, peringatan keras, hukuman nasihat, hukuman celaan, ancaman, pengucilan, pemecatan, dan publikasi.

4. Lihat QS. Al-Maidah: 12, al-A’raf: 157.

Disamping itu dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir juga dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nisab, atau oleh keluarga sendiri.

2. Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’ tetapi hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap dan mengurangi takaran dan timbangan.

3. Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara’ jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah, pelanggaran terhadap lingkungan hidup dan lalu lintas.







F.HUDUD

Hudud adalah kosa kata dalam bahasa Arab yang merupakan bentuk jama’ dari kata had yang asal artinya pembatas antara dua benda. Sehingga dinamakan had karena mencegah bersatunya sesuatu dengan yang lainnya. Ada juga yang menyatakan bahwa kata had berarti al-man’u (pencegah), sehingga dikatakan Hudud Allah adalah perkara-perkara yang Allah larang melakukan dan melanggarnya. Adapun menurut syar’i, istilah hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan menghapus dosa pelakunya.
Sunnah Rasul sudah menetapkan hukuman-hukuman tertentu bagi sejumlah tindak kejahatan tertentu yang disebut jaraimu al-hudud (delik hukuman kejahatan), yaitu meliputi kasus; perzinahan, tuduhan berzina tanpa bukti yang akurat, pencurian, mabuk-mabukan, muharabah (pemberontakan dalam negara Islam dan; pengacau keamanan), murtad dan perbuatan melampui batas lainnya. Jadi, Hudud mencakup 7 jenis:
1. Had zina (hukuman Zina) ditegakkan untuk menjaga keturunan dan nasab.
2. Had al-Qadzf (hukuman orang yang menuduh berzina tanpa bukti) untuk menjaga kehormatan & harga diri
3. Had al-Khamr (Hukuman orang yang minum Kamer (minuman memabukkan) untuk menjaga akal
4. Had as-Sariqah (Hukuman mencuri) untuk menjaga harta
5. Had al-Hiraabah (hukuman para perampok) untuk menjaga jiwa, harta & harga diri kehormatan.
6. Had al-Baghi (Hukuman pembangkang) untuk menjaga agama & jiwa
7. Had ar-Riddah (hukuman orang murtad) untuk menjaga agama.
HIKMAH PENSYARIATAN HUDUD:
a. Siksaan bagi orang yang berbuat kejahatan dan membuatnya jera.
Allah SWT berfirman:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Maidah/5:38)
b. Membuat jera manusia & mencegah mereka terjerumus dalam kemaksiatan, oleh karena itu Allah memerintahkan untuk mengumumkan dan menerapkannya dihadapan manusia.
“Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (Qs. an-Nur/24:2)
c. Hudud adalah penghapus dosa dan pensuci jiwa pelaku kejahatan tersebut.
d. Menciptakan suasana aman dalam masyarakat dan menjaganya.
e. Menolak keburukan, dosa dan penyakit dari masyarakat. Allah SWT berfirman:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. ar-Rûm/30:41)
SYARAT PENERAPAN AL-HUDUD:
1. Pelaku kejahatan adalah seorang mukallaf yaitu baligh dan berakal.
2. Pelaku kejahatan tidak terpaksa dan; dipaksa.
3. Pelaku kejahatan mengetahui pelarangannya.
4. Kejahatannya terbukti ia yang melakukannya tanpa ada syubhat. Hal ini bisa dibuktikan dengan pengakuannya sendiri atau dengan bukti persaksian orang lain.
HUKUM MENEGAKKAN HUKUMAN HAD
Diwajibkan kepada wali umur (penguasa) untuk menegakkan dan menerapkan hukuman Had kepada seluruh rakyatnya berdasarkan dalil dari al-Qur`an, as-Sunnah dan Ijma’ serta dituntut qiyas yang shahih.
Dalil al-Qur`an:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Maidah/5:38)
Dalil as-Sunnah diantaranya adalah hadits Ubadah bin Shamit yang menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
أَقِيمُوا حُدُودَ اللَّهِ فِي الْقَرِيبِ وَالْبَعِيدِ وَلَا تَأْخُذْكُمْ فِي اللَّهِ لَوْمَةُ لَائِمٍ
“Tegakkanlah hukuman-hukuman (dari) Allah pada kerabat dan lainnya dan janganlah kecamanan orang yang suka mencela mempengaruhi kamu dalam (menegakkan hukum-hukum) Allah.” (Hasan: Shahih Ibnu Majah No. 2058 dan Ibnu Majah No. 2540)
PIHAK YANG BERWENANG MELAKSANAKAN HUDUD
Tak ada yang berwenang menegakkan hudud, kecuali imam, kepala negara, atau wakilnya (aparat pemerintah yang mendapat tugas darinya).
KEDUDUKAN LAKI-LAKI & PEREMPUAN DALAM HUDUD
Wanita dalam penerapan hukuman had sama seperti lelaki. Namun para ulama memberikan 3 pengecualian, yaitu:
a. Wanita dihukum dengan duduk sedangkan lelaki dengan berdiri.
b. Pakaian wanita diikat sedangkan lelaki tidak.
c. Jangannya di tahan (diikat) hingga tidak terbuka auratnya, sedangkan lelaki tidak.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar